masukkan script iklan disini
SIDOARJO, InfoJatimNews.online - Advokat Rikha Permatasari, SH., MH.C.Med., seorang mantan anggota Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad), mengungkapkan bahwa ia menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suaminya, seorang oknum TNI AD berinisial Y.
Rikha menyatakan bahwa tindak kekerasan ini telah dialaminya sejak tahun 2021 dan keputusan pengadilan militer di Manado tidak memadai serta tidak adil bagi dirinya.
Rikha juga mengungkapkan bahwa kedua putrinya menjadi korban dugaan penganiayaan oleh oknum Y tersebut. Perlakuan ini telah meninggalkan dampak trauma yang mendalam bagi anak-anaknya, yang menyebabkan mereka mengalami depresi dan putus sekolah.
Sementara itu, Rikha merasa sangat kecewa dengan putusan pengadilan militer yang hanya memberikan vonis 12 bulan penjara bagi pelaku, meskipun ancaman maksimal untuk tindak pidana KDRT adalah 12 tahun.
Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jawa Timur, yang diwakili oleh Ketua DPD Dr. Rizal Haliman, SH., MH., CIL, turut menyuarakan ketidakpuasan terhadap putusan pengadilan militer tersebut.
Dalam pernyataannya, Dr. Rizal Haliman menekankan bahwa putusan yang diberikan sangat tidak sebanding dengan kerugian yang dialami oleh korban. Ia menegaskan bahwa hukuman yang ringan ini tidak memberikan keadilan dan perlindungan yang layak bagi korban KDRT.
"Kami menuntut Mahkamah Agung dan jajarannya untuk memutuskan perkara ini dengan tegak lurus dan seadil-adilnya, memperhatikan kondisi korban yang mengalami trauma hingga depresi serta putus sekolah. Selain itu, kami juga meminta agar pelaku diwajibkan memberikan restitusi atau ganti rugi kepada korban dan kedua anaknya yang masih di bawah umur," ujar Dr. Rizal Haliman. Pada hari Jum'at Tgl. 02/08/2024.
Rikha Permatasari, bersama dengan ratusan kuasa hukum yang berpusat di Jakarta, terus memperjuangkan keadilan atas kasus yang dialaminya.
Mereka berharap bahwa Mahkamah Agung dapat memberikan putusan yang lebih adil dan proporsional, serta memperhatikan kondisi psikologis dan masa depan korban serta anak-anaknya.
Kasus ini menjadi perhatian publik, khususnya dalam penanganan KDRT di lingkungan militer, serta urgensi perlindungan dan keadilan bagi para korban. (Red/tim)